Antrian Terlama di Bandar Udara Internasional Suvarnabhumi Lat Krabang adalah pengalaman unik buat saya yang saya mau bagikan.
Sekarang sudha memasuki tahun ke dua, saya tidak berniat untuk menceritakan ini sebenarnya. Dari awal saya pikir ini kisah yang menyesalkan, kisah sial yang tidak usah saya bagikan kepada publik.
Akan tetapi pada hari ini 23 September 2017, saya didorong oleh nurani untuk menuliskannya. Entah apa alasannya saya juga belum tahu. Saya tulis saja, karena nurani saya memerintahkan saya.
Waktu itu saya dari Hong Kong, setelah melakukan negosiasi penjualna Kopi Papua kepada lingkaran masyarakat pecinta alam, dan masyarakat setempat yang selama beberapa tahun terakhir mengkampanyekan makanan organik dan makanan produk lokal, atau produk jauh yang diproduksi dan dijual oleh petani langsung, tidak menggunakan perantara.
Saya sudah bertemu dengan mereka, dan persetujuan terjadi waktu itu. Cuman kami belum tentukan tahun berapa deal dimaksud akan dimulai, karena mereka menunggu persetujuan atasan mereka.
Baru tanggal 1 September 2017, setrelah dua tahun saya tunggu, saya di-informasikan untuk menjual 20 kg kopi gorengan/ sangrai, 5 kg kopi bubuk, dan 30 kg kopi mentah/ green beans. Saya akan segera mengirimkannya.
Setelah deal itu, saya harus menuju ke Thailand, ke Tao Garden, tempat di mana saya mengikuti latihan untuk penyembuhan ala Universal Tao.Healing System (UHTS).
Saya sudah mendaftarkan diri, suday bayar luas, tinggal masuk mengikuti kegiatan. Biasanya memang saya selalu menyisahkan minimal 1 hari untuk penyesuaian diri setelah tiba di sana. Tetapi kali ini saya sisahkan satu minggu tinggal di sana sebagai persiapan untuk masuk ke kelas. Soalnya kali ini kelas berlangsung selama 3 minggu.
Kelas ini namanya “Darkroom Retreat”, yaitu sebuah retreat yang dilakukan selama 3 minggu penuh, di dalam ruangan gelap-gulita sama sekali.
Dalam Darkroom Retreat ini makanan, minuman, semua diatur. Grant master Mantak Chia langsung memimpin.
Kembali ke cerita antrian panjang.
Untuk kegiatan ini, saya perlu persiapan panjang. Saya merasa gugup, di sisi lain bersemangat. Tetapi semangat itu mulai rusak gara-gara saya harus antri tunggu sepanjang malam, dari jam 8 malam sampai jam 8 pagi. Kami bukannya tidak dilayani atau diterlantarkan, tetapi kami memang dilayani, dan pelayanan dilakukan secepat-cepatnya. Tetapi saking banyaknya orang yang datang, akhirnya kami tertunda, tertunda, tinggal dalam antrian sampai jam 5 pagi baru saya keluar meninggalkan Bandara.
Saya booking tiket menggunakan tiga agen sekaligus. Pertama dari Jakarta ke Hong Kong menggunakan ClickPAPUA, kemudian dari Hong Kong ke Bangkok menggunakan agen tiketPAPUA.com, lalu dari Bangkok ke Chiang Mai menggunakan agen Go Melanesia. Tiga agen tiket sekaligus agen PPOB dan agen pulsa ini saya selalu gunakan dalam membooking, melakukan pembayaran dan juga booking hotel.
Saya bukannya tiba dan tinggal di Bangkok, tetapi saya harus ke Chiang Mai. Tentu saja pesawat saya ke Chiang Mai menjadi batal. Saya tidak punya waktu dan tenaga untuk mengurus pergantian tiket, saya terpaksa beli tiket baru.Tetapi saya juga agen tiket berjalan, jadi saya dapat membeli tiket pesawat dengan smartphone Advan generasi tua harga germurah sedunia yang sedang saya pegang.
Ada sejumlah pelajaran yang saya dapatkan selama berada dalam antrian selama hampir 12 jam di bandara internasional di Bangkok ini.
- Sabar adalah subur, ini sebuah pepatah yang sudah tidak berguna kelihatannya, tetapi pada waktu inilah saya sadari bahwa kesabaran sangat dibutuhkan di sini. Saya tahu, bahwa nenek-moyang saya tidak pernah punya jam, menit, detik, tahun, tanggal, bulan, minggu segala. Yang dikenal nenek-moyang dan saya di waktu kecil adalah pagi, siang, sore, malam. Jadi mengapa saya harus marah, menyesal atau apa-apakan? Saya santai saja, walaupun gelisah, tunggu di antrian selama hampir 12 jam.
- Semua orang, kecil, besar, tua, muda, warga Thailand, orang asing, semua diperlakukan sama. Memang ada jalur ASEAN, jalur APEC, jalur orang Thailand, akan tetapi pada waktu ini, semuanya ditiadakan. Semua diperlakukan sama. Semua disuruh antri. Entah orang kaya, atau miskin, hitam atau putih, Islam atau Hindu Budha Kristen, semua sama saja, orang hamil atau ada bayi kecil, nenek-kakek, atau juga muda-mudi, semuanya disuruh antri. Semua diperlakukan sama di hadapan hukum imigrasi waktu itu.
- Retreat untuk saya sudah dimulai saat itu, bukannya dimulai seminggu kemudian. Dengan persiapan ini saya menjadi lebih siap untuk memasuki ruang gelap-gulita tanpa ada waktu jam, hari, tanggal, bulan di dalam ruang gelap nanti.
Di akhir dari semuanya, saya telah memutuskan, walaupun ada pelajaran barik saya petik, saya sudah putuskan dan berdoa kepada Tuhan, “Ya Tuhan, jangan bawa saya ke dalam situasi seperti ini lagi. Kalau ini hukuman, yang Tuhan saya minta cukuplah hukuman ini. Kalau ujian, janganlah kiranya Tuhan berbuat seperti ini lagi. Kalau ini baik untuk kemajuan perjalanan hidup saya, ya Tuhan aku siap untuk menjalaninya.
Akhirnya saya berdoa, “Aku siap menghadapi apapun, kapanpun dan di manapun. Asal Engkau kehendaiki, saya siap menjalaninya. Apa yang saya kehendaki itu bersifat sementara dan tidak selalu menguntungkan, tetapi yang Engkau kehendaki pastilah lebih menguntungkan, kalau bukan di dunia ini, pasti di surga nanti.