Yang hari-hari saya sungguh-sungguh rindukan adalah…
Pernytaan ini sering keluar terutama pada saat saya mengikuti kegiatan-kegiatan “breathwork”. Sebelum memasuki “upacara” breathwork, ritual ini dimulai dengan kegiatan-kegiatan melotot ke mata, dan kemudian bertatap muka dengan satu sama lain, kemudian ada saatnya kita melakukan “sharing”, menyampaikan apa yang ada di lubuk hati dalam=dalam sana. DI dalam sana tersimpan berbagai macam hasrat dan niat dan keinginan-keinginan. Semua ini diungkapkan.
Terus-terang, pada satu waktu upacara akan muncul mengemuka satu keinginan, di waktu yang lain munculnya lain lagi. Saya alami ini banyak kali. Jarang sekali saya temukan kerinduan itu muncul sama setiap saat.
Kalimat itu dimulai seperti berikut, “Apa yang Hati Saya Sungguh-Sungguh Rindukan Adalah….”, kemudian disambung dengan kalimat-kalimat berikut:
- agar saya mengenal siapa diri saya sebenarnya
- agar saya menjadi orang kaya
- agar saya mencintai diri saya dan keluar, suku, bangsa saya
- agar saya menyerah kepada apa yang diberikan oleh jagatraya dan Tuhan pencipta, pelindung, penjaga dan penentu nasib saya
Pemimpin upacara sering memberikan waktu 3 menit, sering juga 2 menit. DI dalam kurun waktu ini, kita dipersilahkan mengatakan apa saja yang kita rindukan, idam-idamkan, perjuangkan dalam hidup ini. Kita boleh mengulangi tetapi disarankan tidak perlu.
Sementara kita berbicara seperti ini, pasangan kita yang duduk berlawanan posisi dengan kita, atau berdiri berlawanan, ditugaskan hanya “mendengarkan”, tanpa memberikan jawaban, tanpa reaksi, tanpa mengangguk, atau merubah raut wajah sekalipun, sama sekali tidak melakukan apa-apa yang bisa merubah mood dan emosi si pembicara.
Begitu waktu habis, kita disuruh merampungkan kalimat-kalimat kita. Lalu kita bertukaran, teman yang tadi diam mulai bicara, dan kita yang tadi bicara memprhatikan dengan saksama, tanpa memberikan komentar atau reaksi apa-apa sama sekali.
Begitu diucapkan dengan kalimat-kalimat di atas, bisa mengulangi kalimat-kalimat pembicara pertama, bisa juga dibuat sendiri. Setelah mengucapkan secara bergiliran, lalu keduanya menatap wajah tanpa bicara, tanpa berbuat apa-apa.
Mujizat terjadi di sini, karena kita sudah membuka hati, sudah menggali-gali apa yang ada di dalam hati kita, maka pada saat kita saling berpandangan, berbagai macam emosi mulai bermunculan, sedih, senang, tertawa, berteriak, marah, dan banyak yang lain.
Kebanyakan kita berakhir dengan ungkapan cinta yang dalam di antara sesama manusia, dan akhirnya kita saling berpelukan dan saling menguatkan.