Benar-benar menakjubkan, ada yoga, ada dansa, dan ada musik. Walaupun saya harus akui bahwa karena “yoga” ditulis duluan dalam urutan kegitan ini, memang yoga mendominasi berbagai kegiatan di dalam Bali Spirit Festival ini, saya juga tidak menyangkal memang ada waktu-waktu disediakan untuk kita mendengarkan musik, di Coco Love Stage dengan porsi sekitar 30% dari keseluruhan kegiatan, dan ada juga acara musik di malam hari, jadi sekitar 5% dari waktu penyelenggaraan, mulai dari pukul 19:00 petang sampai 22:000 diselenggarakan panggung bersama, di mana para peserta dapat berdansa sampai batas waktu yang ditentukan.
Yoga punya variasi banyak sekali, seperti saya sebutkan sebelumnya. Kata teman saya Yoga bersumber dari India. Tujuan utama Yoga ialah memelihara tubuh agar tetap sehat dan sempurna sehingga membantu manusia menunaikan tugas-tugas keagamaan secara optimal. Lama-lama, terutama di dunia barat, telah terjadi yoganisasi secara masal di mana-mana. Dan saat ini Yoga sudah diberi nama bermacam-maca, seperti berikut
- Goat Yoga,. yoga dengan anak kambing menginjak-injak dengan kakinya di badan para peserta.
- Pirate Yoga, ada teriakan-teriakan “hooo, haa, hooo ha, seperti teriakan perompak di laut”
- Shakti Yoga ada gerakan-gerakan sensasional, yang merangsang energi seks, dari ujung kaki sampai ujung kepala.
- Water Yoga, yoga yang dilakukan di dalam kolam,
- Forest Yoga, yoga dengna teriakan-teriakan dan gerakan-gerakan seperti masyarakat adat di hutan, pada saat berburu, saat berkebun dan sebagainya.
Itu sebatas pemahaman saya, seperti dijelaskan oleh teman-teman. Saya memang ambil bagian dalam “Shakti Yoga” dan saya menganggap ini sebagai sebuah Yoga yang baik untuk kesehatan dan kebugaran, karena dengan mengaktifasi sumber energi utama dalam kehidupan manusia, maka energi kita akan melimpah, menjadi lebih dari cukup untuk menopang kegiatan kita sehari-hari.
Saya tidak akan mendalam dengan yoga, karena ada juga Coco Love Stage dan Night Dance. Pada Coco Love Stage dipimpin oleh salah satu teman saya juga, rumahnya saya sudah kunjungi, di depan pintu masuk rumahnya tertulis, “Bob Marley used to stay here”. Penampilannya penuh Rastafarian, wajahnya sangat santai dan selalu menjalani hidupnya dengan santai. Dia seorang pengusaha restoran, dengan slogan “Fast Slow Food”, yang menyajikan makanan-makanan sehat. Sayangnya dia bukan pelanggan Kopi Papua, karena dia belum tertarik membelinya. Saya maish bingung apa sebabnya dia tidak tertarik.
Di Coco Love Stage, selama 12 jam, selalu saja ada lagu dinyanyikan, ada saja pemusik yang bermain musiknya. Di depannya terbuka tenda dengan tikar, dikelilingi oleh restoran organik dan tepat di sebelah kiri panggung ada Teh Kotak, teh terkenal dari Indonesia.
Pada petang hari ada berbagai kegiatan musik dan dansa, terjadi di tempat yang jauh dari kegiatan pagi sampai sore hari, yaitu di Arma Hotel.
Saya akan ceritakan secara terpisah tentang kejadian-kejadian di Arma Hotel ini dalam artikel tersendiri.