
Seperti telah saya sebutkan dalam laporan kedua, bahwa Yoga yang dikembangkan oleh manusia modern dari dunia barat begitu beraneka-ragam, sampai-sampai ada yoga hutan, yuga kambing, dan yoga perompak. Nama-nama ini kelihatan lucu, tetapi pada saat Anda menyaksikan kegiatan mereka di tenda atau lapangan, Anda akan kaget betapa seriusnya mereka. Saya juga sudah sebutkan sedikit tentang Coco Love Stage di mana pentas musik dan lagu-lagu terus berlangsung di kompleks festival, dari pagi sampai sore hari.

Di malam hari diselenggarakan acara bernama “One World Stage” (Panggung Satu Dunia), yaitu panggung dansa dan musik, berbeda dari panggung musik Coco Love Stage, yang menekankan orang lain menari dan menyanyi, sedangkan publik datang duduk dan menontoon. Dalam One World Stage semua peserta diundang untuk berdansa dan bernyanyi.
Lagu-lagu yang disajikan sangat bervariasi, mulai dari lagu-lagu purbakala dari masyarakat adat, lagu-lagu penyembahan nenek-moyang dan hewan tumbuhan di hutan, lagu-lagu penyembahan yang pada umumnya disebut “chanting and meditation songs” dalam bahasa agama modern, serta kata-kata seperti “Syaloom” dan “Allah-hu Akhbar” juga diucapkan.
Sistem ber-lagunya sama dengan lagu-lagu masyarakat Koteka di Tanah Papua, atau masyarakat India, yaitu ada “pokok lagu” (ndawe alom) dan ada “daun lagu” (ndawe engga), di mana pemimpin lagu memimpin “chanting” atau satu dua kata, kemudian disusul oleh pengulangan atau balasan yagn dilakukan oleh seluruh peserta yang ada di ruangan/ panggung. Jadi semacam pokok dan daun, satu pokok pohon, dan banyak daun pohon, sama dengan itu, satu orang memimpin, dan semua orang lain mengikutinya.
Selain lagu-lagu masyarakat adat, ada juga lagu-lagu gereja dan lagu-lagu Muslim, serta lagu-lagu Hindu dan Budha dinyanyikan, secara Medley, dari satu kepada yang lain, berlangsung selama hampir 1 jam atau lebih dari itu.
Sepanjang lagu dipimpin oleh para pemimpin lagu, biduan dan biduanita. Karena bernyanyi dan berdansa begitu lama, kita dapat merasakan betapa roh dari musik dan lagu memasuki saraf dan darah, pernafasan kita.
Hal yang menarik di sini, merokok dan minum alkohol dilarang sepanjang acara ini, sehingga apapun yang terjadi berlangsung sebagai hasil dari kerja “roh” yang dirayakan dalam acara ini.
Dalam One World Stage juga diselenggarakan “initiation”, atau pentahbisan menggunakan cara-cara dari suku-suku pribumi di Afrika dan Amerika Latin. Sayangnya cara inisiasi dari suku-suku di Inodnesia tidak masuk dalam nominasi mereka.
Saya harus mengaku bahwa suasan di One World Stage tidak sama dengan semua acara musik dan dansa yang pernah saya tahu. Musk dan dansa agama, musik dan dansa non-agama yang pernah saya tahu, sangat berbeda. Acara ini bernuansa rohani, tetapi bukan “rohani agama”, melainkan “rohani manusiawi”, yang membuat saya terkagum-kagum dan berterimakasih.