ASTI (Animal Sanctuary Trust Indonesia) dikelola oleh Annette L. Pipe, seorang warga negara asing yang sangat berkomitmen untuk kesejahteraan hewan (animal welfare). Begitu saya masuk ke sanctuary ini pada pukul 08:40 WIB, saya tidak mendengar suara apa-apa.
Tetapi begitu kami mendekati kandak hewan-hewan primata, kami disambut dengan brbagai macam reaksi, dari melompat dan memukul-mukul tubuh mereka sampai kepada berteriak sambil melompat ke kiri, ke kanan, ke depan, ke belakang, ke atas dan ke bawah.
Sebelum ke hewan primata, pemandu saya mengantarkan saya kepada 4 ekor Kakatua Papua yang ditampung di sana dan dua ekor kasuari. Para burung ini tiba-tiba langsung berteriak “Ea, ea, ea, ea, Ap, ap, ap, ap” sangat kerasnya sehingga kami harus menutup telinga kami.
Saya sangat merasakan apa kata mereka waktu itu. Saya tidak sadar, air mata saya sudah mengalir deras. Saya terisap oleh energi teriakan mereka. Tanpa sadar saya sudah sandar di pagar Kakatua. Saya kemudian diperingatkan oleh pemandu saya agar hati-hati, karena Kakatua bisa mematuk saya. Akhirnya saya harus melapaskan diri dari menaruh dua tangan ke tembok penangkaran mereka.
Di antara mereka, satu ekor memang pintar bicara. Dia bilang kepada saya, “Kakatua!” berkali-bali. Saya membalasnya dengan nada suara yang saya samakan dengan dia, “Kakatua pulang!, kakatua pulang, kakatua pulang”, dia mendengar saya bicara, lalu mencoba meniru saya. Berkali-kali dia mencobanya. Pertama dengan perlahan-lahan, lalu agak keras. Begitu dia mencoba-coba, sayapun mengulanginya banyak kali. Begitu ia mencoba dan mendapati dirinya tidak mengeluarkan suara sama dengan saya, dia malahan berteriak, “Ap, ap, ap” dengan teriakan yang sangat, sangat keras, membisingkan telinga.
Setelah berhenti berteriak, saya kembali lagi, bicara “Kakatua pulang”, dia perlahan-lahan memperbaiki lidahnya dan mencoba meniru,meniru dan meniru. Sayapun mengulangi berkali-kali.
Sekitar 40 menit kemudian, Annette, sang pengelolapun datang. Begitu dia datang, dia mengantar kami ke tempat penangkaran dua ekor kasuari. Begitu dia mulai berjalan ke arah kasuari dan menerangkan mereka betina atau jantan dan sejak kapan mereka ada di situ, ada empat kasuari jauh sekitar 50 meter di kejauhan berteriak-teriak besar sekali. Mereka agak jauh ke bawah, postur tanah miring, jadi mereka agak jauh ke bawah, tetapi mereka berteriak begitu keras sampai kami-pun mendengarnya.
Begitu Annette mendengar suara mereka, langsung dia bereaksi
Wau, selama saya jaga di sanctuary ini, burung besar Papua ini tidak pernah berteriak sekeras ini. Saya yakin mereka tahu Pak John sudah ada di sini. Anda tahu, hewan-hewan sangat pintar, mereka tahu apapun yang terjadi di sekeliling mereka. Mereka sudah membaca Pak John datang dengan tujuan membawa mereka pulang. Mereka itu pasti tahu.
Mendengar kalimat itu, saya sekali kali tanpa menyadari airmata saya sudah membanjiri mata dan pipi saya. Saya kali ini sudah diberikan tissue-paper sehingga saya mengelapnya.
Saya menjelaskan kepada Annette, saya datang untuk mengumpulkan mereka semua dan membawa mereka semua pulang.
Annette memberi nasehat kepada saya,
Boleh, kami sudah sangat lama terpaksa pelihara mereka di sini. Sekarang juga boleh bawa pulang. Tetapi saya minta hewan yang sudah terlanjur tua, dan hewan yang patah kaki atau tangan dan hewan yang sudah buta supaya tidak dibawa pulang, karena itu percuma. Hanya hewan sehat saja boleh dibawa pulang.
Sayapun setuju dengan saran Annette dan saya mengangguk.[berlanjut]