Group seni musik dan budaya Mambesak tak pernah membubarkan diri

Arnold Ap adalah budayawan, antropolog, dan ketua grup Mambesak serta kurator Museum Universitas Cenderawasih. Pada November 1983, ia ditangkap Kopassus dan pada 26 April 1984 tewas dengan luka tembak di punggungnya. – Jubi/Lao Lao Papua
Arnold Ap adalah budayawan, antropolog, dan ketua grup Mambesak serta kurator Museum Universitas Cenderawasih. Pada November 1983, ia ditangkap Kopassus dan pada 26 April 1984 tewas dengan luka tembak di punggungnya. – Jubi/Lao Lao Papua
by
7 months ago

Setiap minggu di Istana Mambesak Museum Uncen selalu ada kegiatan yang menghibur dalam bentuk kesenian mulai dari tarian, menyanyi dan juga cerita mob

Penulis: Dominggus A Mampioper – Editor: Alberth Yom, Jubi.com

Th Wolas Krenak, Koordinator Bidang Tari Group Mambesak, mantan wartawan Suara Pembaruan Jakarta liputan Istana Presiden era Megawati.- Jubi/dam
Th Wolas Krenak, Koordinator Bidang Tari Group Mambesak, mantan wartawan Suara Pembaruan Jakarta liputan Istana Presiden era Megawati.- Jubi/dam

Jayapura, Jubi – Group musik seni dan budaya Mambesak yang berdiri sejak 5 Agustus 1978 sampai sekarang tak pernah membubarkan diri. Memang sudah tidak ada aktivitas budaya lagi seperti dulu di Istana Mambesak di Museum Universitas Cenderawasih, tetapi tidak ada keputusan atau surat resmi untuk membubarkan Grup Mambesak.

“Tidak ada orang yang menulis surat bahwa kami (Mambesak) dibubarkan dan kami diam saja sampai sekarang. Apalagi Group Mambesak ini pernah meraih juara nasional dalam Pekan Tari Rakyat Nasional di Jakarta saat menampilkan tarian Patung Mbis dari Asmat,” kata Th Wolas Krenak pengurus Bidang Seni dan Tari Group Mambesak kepada Jubi dikediamannya di Waena di Kota Jayapura belum lama ini.

Dia mengatakan Group Mambesak dibentuk dalam suatu rapat dan pertemuan yang dihadiri sebanyak 40 anggota group dari mahasiswa Uncen waktu itu dan para seniman di Kota Jayapura.

“Waktu itu secara aklamasi kami telah bersepakat memakai nama Mambesak dan langsung memilih kaka besar Arnold C Ap sebagai Ketua Mambesak pada 5 Agustus 1978 di Istana Mambesak Abepura,” kata Wolas Krenak.

UPT Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih, Jalan Raya Sentani – Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua. – Jubi/museum.co.id
UPT Museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih, Jalan Raya Sentani – Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua. – Jubi/museum.co.id

Dia mengatakan dalam rapat pembentukan Group Mambesak itu kaka Arnold C Ap mengaku tak bisa sendiri menjadi ketua dan harus dibantu dengan wakil ketua Mambesak yaitu Marthini Sawaki, dan sekretaris Mambesak Yowel Kafiar, bendahara Gusti Tethool dan Auleman Rumbewas. “Sedangkan koordinator bidang musik Sam Kapisa, untuk bidang tari semua aklamasi memilih saya (Wolas Krenak),” kata mantan jurnalis senior Suara Pembaruan di Pos Istana Kepresidenan era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Lebih lanjut kata Krenak untuk bidang teater dan pertunjukan adalah Demianus Kurni, selanjutnya untuk bidang humas dan komunikasi adalah Berth Tanuwani. “Untuk bidang dokumentasi dan rekaman adalah saudara Constan Ruhukail, jadi semua rekaman lagu-lagu Mambesak dilakukan oleh Constan Ruhukail, apalagi Ruhukail dan Arnold C Ap semua kalau mau cerita mop. Kitorang semua ‘tertawa sampai mati‘ (terbahak-bahak) karena terlalu lucu sekali,”kata Wolas Krenak mengenang masa masa itu. Selanjutnya kata Krenak untuk mendistribusikan kaset-kaset lagu produksi Group Mambesak akan dilakukan di bawah Koordinator Marthen Rumabar.

Sejak terbentuk Group Mambesak pada 5 Agustus 1978, setiap minggu di Istana Mambesak selalu ada kegiatan yang menghibur dalam bentuk kesenian mulai dari tarian, menyanyi dan juga cerita mob. “Setelah terbentuk Group Mambesak kami menulis surat kepada Radio Republik Indonesia (RRI) Nusantara V waktu itu untuk mengisi acara di sana mulai dari, Pelangi Budaya dan Pancaran Sastra. Sebelumnya sudah ada siaran Gema Universitaria yang diisi pula dari mahasiswa Universitas Cenderawasih saat itu,”katanya seraya menambahkan setiap Minggu siang jam 12.00 WIT mulailah siaran Pelangi Budaya dari Grup Mambesak.

“Minggu siang itu setelah pulang gereja semua warga di seluruh Irian Jaya waktu itu duduk di rumah dan mendengar siaran Pelangi Budaya, kala itu,”tambahnya. Dia menuturkan dalam siaran Pelangi Budaya itu ada kaka Arnold C Ap, Marthen Sawaki dan juga Constan Ruhukail dalam acara siaran Minggu siang itu. “Saya juga kadang ikut menyiar dan membicarakan seputar tarian dan seni dalam siaran Pelangi Budaya,” katanya.

Arnold Ap adalah budayawan, antropolog, dan ketua grup Mambesak serta kurator Museum Universitas Cenderawasih. Pada November 1983, ia ditangkap Kopassus dan pada 26 April 1984 tewas dengan luka tembak di punggungnya. – Jubi/Lao Lao Papua

Jadi menurut Wolas Krenak tampilnya Group Mambesak hampir mencakup semua bidang seni ada tarian, musik, mob dan juga teater dan seni pertunjukan. “ Mambesak sudah mencakup semua seni budaya termasuk pula mode dan seni ukiran,”kata Krenak mantan wartawan Tifa Papua di era 1970 an di Jayapura. Dia mengenang saat itu hampir semua warga Papua mendengar siaran Pelangi Budaya sampai di daerah Kaoh di Selatan Papua. “Guru guru dan para Camat rutin mendengar dan mengikuti siaran Pelangi Budaya,” katanya.

Dikatakan bukan hanya itu saja yang didengar termasuk pula siaran Universitaria pada Minggu malam. “Selesai siaran Minggu siang, sorenya warga dari kampung-kampung kumpul di Istana Mambesak mendengar lagu, mob dan menyaksikan tari-tarian yang dibawakan warga di seputar Kota Jayapura serta pemutaran film tentang suku-suku di tanah Papua,”kata Krenak seraya menambahkan film-film kebanyakan tentang budaya karena Kaka Arnold Ap punya hubungan baik dengan Kedutaan Asing di Jakarta yang memberikan film-film budaya tentang Papua termasuk suku Asmat.

Tarian Mbis di Istora Senayan Jakarta

“Kehadiran Mambesak kala itu mulai membuka wawasan akan mencintai budaya asli di tanah Papua, mulai dari menuturkan bahasa lokal yang benar, sejarah asal usul suku, seni dan tari termasuk cerita-cerita mob di kalangan warga Papua,” kata Wolas Krenak.

Selain tampil dalam siaran budaya di RRI Jayapura, Group Mambesak juga mengikuti lomba tarian nasional pada 1979 di Istana Olahraga (Istora) Senayan Jakarta.” Waktu itu kami membawakan Tarian Mbis dari Asmat, kita berlatih gerakan tari Asmat di bawah bimbingan Pak Juven Biakay mantan Bupati Asmat yang waktu itu masih kuliah di STFT Fajar Timur Abepura,”katanya seraya menambahkn yang ikut dalam pentas Tari Rakyat Nasional di Jakarta adalah Bernard pelajar SPG Taruna Bhakti yang menggantikan Juven Biakay.

Menurut Wolas Krenak, gerakan dalam tarian Asmat membutuhkan stamina dan gerakan tubuh yang lentir terutama gerakan di kedua kaki. “ Tarian Mbis diperagakan harus para penari memikul dan membawa patung Mbis tetapi saat keberangkatan ke Jakarta agak sulit karena besar dan tidak bisa masuk dalam kargo pesawat. Terpaksa kita pinjam Patung Mbis di Paviliun Irian di Taman Mini Indonesia Cibubur Jakarta,” kata Wolas Krenak.

aat pentas di Istora di Jakarta, lanjut Wolas Krenak semua penari tampil dengan gerakan dan hentakan kaki yang khas dari Suku Asmat dengan tabuhan tifa yang bertalu-talu mengiringi nyanyian asli Suku Asmat.

Tarian dalam upacara Patung Mbis suku Asmat yang dipentaskan di Jakarta waktu itu dalam tradisi suku Asmat dilakukan untuk menghormati para roh dan leluhur dan meminta perlindungan dari mereka. “Upacara ini diiringi dengan tarian dan nyanyian tradisional, serta penyajian makanan dan minuman ,” kata Wolas seraya menuturkan dalam tarian Mbis itu dia memakai topeng dan bergerak dalam gerakan tarian khas Asmat dalam pentas tersebut.

Topeng sendiri dalam budaya Suku Asmat sebagai salah satu elemen penting dan biasanya digunakan dalam berbagai upacara adat termasuk dalam upacara tarian Patung Mbis. “Topeng-topeng tersebut diukir dengan indah dan dihiasi dengan warna-warna yang cerah,” kata Krenak.

Sedangkan patung Mbis sendiri adalah salah satu seni ukir patung yang sakral dan terkenal dari suku Asmat, patung Leluhur atau patung Mbis merupakan patung tonggak leluhur yang dibuat dengan ritual.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Latest from Blog

NA-Genetics-Evolution-Concept-Art
Arizona State University scientists studied genetic variation in the water flea Daphnia pulex, finding that natural selection on individual genes fluctuates significantly over time, even in stable environments. This research suggests that ongoing genetic variation helps species remain adaptable to future environmental changes, challenging traditional views on natural selection.

Don't Miss

Bikin Kagum, Festival di Papua Ini Berhasil Pecahkan Rekor Dunia

Bintang.com, Jakarta Menyempurnakan lanskap yang sudah demikian menawan, Indonesia juga punya deretan

Kedekatan Klemen Tinal dan Noken Papua

KABARPAPUA.CO, Kota Jayapura – Noken adalah sebuah tas asli masyarakat Papua. Noken