Kisah pelepasan burung yang menarik, mengandung makna tetapi salah diterakan
Tepat pada tanggal 2 bulan 2, tahun 2016, Presiden Joko Widodo pergi ke Pasar Burung bernama Pasar Pramuka di Jalan Pramuka, Jakarta Timur.
Ada 190 burung yang dibeli dan kemudian dilepaskan oleh Presiden Republik Indonesia kali ini. Tidak lama juga Jokowi kita pernah dengar membeli burung lalu mepelaskannya juga. Seingat kita ada dua kali beliau melakukannya.
Tepat tanggal 3 Februari 2016, Jhon Yonathan Kwano, mengunjungi Pasar Pramuka dengan tujuan melihat di mana sebenarnya Pak Presiden R.I. Joko Widodo membeli burung, dan kira-kira burung apa saja dibeli. Tujuan uama bukan hanya mau lihat burung yang dibeli, tetapi untuk mengecek apakah ada “burung Papua” yang dibeli atau tidak. Ternyata yang dibeli tidak ada burung Papua, tetapi burung lokal dari jawa saja yang dibeli.
Kunjungan ke Pasar Ampera saya lakukan setelah saya mengunjungi Pasar Binatang di Jatinegara beberapa jam sebelumnya.
Yang menarik dalam perjalanan ini ialah bahwa ada banyak hewan Papua yang dijual di pasar Jatinegara dan ada juga Burung dari Papua dijual di Pasar Ampera.
Sangat menarik, pada saat saya hadir di Jatinegara maupun Pasar Ampera, saya selalu saja ditawari, “Ini dari Papua, harganya ….”. Ternyata yang dari Papua yang paling mahal. Ternyata kehadiran saya di kedua pasar juga menarik perhatian para penjual. Mereka selalu saja datang menawarkan, “Mas, beli mas, ini dari Papua.” Saat ditanya harganya, semaunya di atas Rp.300.000,- per ekor.
Sayapun bermimpi, kalau saja saya Presiden seperti Jokowi, saya akan beli semua hewan Papua yang ada di Luar Tanah Papua, dan akan saya bawa pulang semuanya ke Tanah Leluhur mereka, dan melepaskan mereka bebas merdeka di Tanah leluhur mereka bernama New Guinea. Tetapi jangan pernah percaya, itu hanya mimpi. Yang nyata ialah apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo.
Walaupun cara beliau melepaskan burung masih dikritik, karena tidak melewati prosedur “habituation” selama beberapa jam atau hari, saya tetapi mengacungkan jempol, bahwa Presiden Indonesia kini mau merombak mentalitas dan cara memandang diri sendiri, cara memandang alam sekitar, dan cara memandang hewan (burung) dan mengembalikan semua makhluk kepada tempat dan posisinya masing-masing. Kalau hewan itu diciptakan untuk hidup bebas di alam terbuka, ya, biarkan mereka hidup begitu, jangan dipenjara tanpa salah seperti yang dilakukan para pedagang burung di Pasar Ampera.
Tetapi hanya orang tidak tahu diri yang akan memfokuskan diri kepada proses habituation dan pelepasan, yang secara prinsiil hanyalah scientifically correct. Padahal prinsip dasar pemikiran manusia bahwa hewan harus dilepas di alam bebas mereka yang ditunjukkan Presiden Jokowi tidak disyukuri. Memang saya tidak pernah melihat rakyat Indonesia memuji kelebihan siapapun di Indonesia. Kita selalu mencari kelemahan dan kekurangan. Kalau ada kelebihan kita tidak perduli. Nanti sudah meninggal, baru kita agung-agungkan. Ini cara berpikir bangsa merdeka atau terjajah?
Kisah ini mengajarkan kepada saya bahwa tidak semua niat baik itu akan dipuji orang lain, dan tidak semua niat baik itu dapat diwujudkan dengan cara-cara yang baik pula. Ada banyak niat baik yang sering diwujudkan dengan cara-cara yang tidak tepat atau malahan menjadi bumerang bagi niat kita itu sendiri.