Hari ini saya dengar berita di MetroTVNews.com tentang kesaksian perjuangan isteri almarhum Suciwati.
Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1964 – meninggal di Jakarta di dalam pesawat jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 39 tahun) adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar. [1].
Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam sebuah penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu adalah sebuah perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan menggunakan racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai sekarang, kematian seorang Munir, sang Pahlawan orang Hilang, sang pendekar HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia .[2]
- Baca Juga Kasus Pembunuhan Munir
Tanggal ini berita tentang Munir dimunculkan lagi.
waktu Munir dibunuh saya putuskan untuk tidak makan apapun di atas pesawat, biar ditawar saya selalu tolak, kata salah satu pemerhati kemanusiaan dari TanahPapua. Baru tahun ini, 2016, saya sedikit lupa, terlupakan, dan sudah minum air, baru teringat, dan akhirnya menolak makan. Memori tentang pembunuhan Munir kalau diingat kembali sangat keji.
Orang Papua selalu menghubungkan pembunuhan seperti ini dengan apa yang terjadi dengan Theys Hiyo Eluay, Arnlod C. Ap, Mako Tabuni, dan banyak orang Papua lainnya yang telah dibunuh atas nama negarea.