Pada hari ini, 09 Mei 2017, tepat pukul 10:43 sedang menyaksikan siaran langsung dari berbagai TV di Indonesia, tentang peristiwa yang saya sebut sebagai “penyaliban Ahok” yang kedua, setelah Basuki Tjahaja Purnama disalibkan saat pesta demokrasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, yang dimenangkan oleh lawan-nya, yaitu Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Menjelang Pilkada DKI Jakarta, secara berturut-turut, secara bertubi-tubi, telah terjadi demonstrasi-demonstrasi besar-besaran, bahkan demonstrasi-demonstrasi terbesar dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menghadirkan hampir jutaan orang ke jalan, dengan sasaran ke Mesjid dan terus ke Istana Presiden NKRI.
Saya sebagai orang non-China, non-Melayu dan non-Islam merasa terancam juga, walaupun sebenarnya secara logika saya tidak menemukan alasan mengapa saya harus takut, perasaan saya lain. Takut jalan-jalan, takut berkomunikasi, takut bergerak, takut dicap ini, takut ditanggapi itu. DI facebook.com dan di situs atau blog saya-pun menjadi takut. Bahkan menulis artikel ini-pun menjadi takut. Intinya nyali saya jadi kecut, walaupun saya tidak dapat memberikan alasan rasional.
Tetapi tidak! Saya memberanikan diri menulis artikel ini, dengan judul yang sesuai dengan realitas menurut saya. Yaitu bahwa pertama-tama Ahok telah disalibkan lewat Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dengan hukuman penduduk DKI Jakarta tidak memlihnya lagi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dan kedua, penyaliban dilakukan oleh pemerintah NKRI lewat Pengadilan, yang saat ini sedang saya dengarkan pembacaan vonis oleh Hakim Pengadilan.
Kalau kita lihat sejarah, alasan penyaliban Yesus ialah karena persoalan kepemimpinan. Yesus secara berulang-kali mengaku diri sebagai Anak Manusia, Anak Allah. Yesus dipahami oleh orang Yahudi waktu itu sebagai Sang Raja di Atas Segala Raja, yaitu Mesias yang dikirim Allah untuk memerintah atas bangsa Yahudi. Hal ini tidak diterima oleh penguasa waktu itu, maka dibuatlah alasan-alasan untuk dijadikan dasar penghukuman-Nya. Sedangkan apa yang terjadi dengan Ahok dari satu sisi juga terkait dengan kepemimpinan, di mana ada elit di Indoensia yang tidak senang, yang menolak kepemimpinan Ahok sebagai orang agama tertentu yang memimpin Jakarta.
Pada pukul 10:53 WIB ini telah diketok palu oleh Hakim Ketua, hukuman bagi Ahok ialah 2 tahun penjara.
Jika saya bandingkan perbuatan kedua orang ini, yaitu Yesus dan Ahok, maka kita semua menyaksikan bahwa apa saja yang dikatakan Yesus adalah sesuai dengan nubuatan-nubuatan yang telah disampaikan dalam kitab Perjanjian Lama. Sementara apa yang dikatakan Ahok bukannya kutipan dari Alkitab yang dia yakini, tetapi dia mengutik Kitab Suci agama lain, dan mengutipnyapun dalam rangka berkampanye politik, walaupun dia katakan dalam rangka sosialisasi program dengan para nelayani di Kepulauan Seribu.
Yesus ditanyakan oleh para penghakim-nya di pengadilan,dengan tuduhan-tuduhan atas apa yang dikatakan Yesus sendiri. Silahkan rujuk ke Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/ yang menceritakan pengadilan Yesus. Ada tuduhan tentang bait Allah, ada tuduhan tentang Yesus mengaku diri sebagai Mesias.Ada juga tentang apa yang dilakukan Yesus selama berada di Bumi.
Saya harus punya posisi, sebagai seorang manusia untuk menyatakan bahwa apa yang dikatakan Yesus terkait langsung dengan dirinya sendiri, kepada suku-bangsanya sendiri, tentang suku-bangsanya sendiri pula. Berbeda dengan Ahok, beliau katakan kepada rakyat, kepada orang-orang bukan suku-nya, kepada orang-orang bukan se-agama.
Akibatnya, Ahok disalibkan dua kali. pertama TIDAK terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan kedua pada hari dan tanggal ini, jam ini, Ahok dijatuhkan hukuman selama 2 tahun.
***
Pelajaran buat saya
Pelajaran yang saya dapatkan dari peristiwa ini ialah bahwa
- Pertama, kalau saya mau mengucapkan sesuatu, harus punya dasar yang jelas, entah dasar teori, rasionalisasi, ataupun dasar yang lain.
- Kedua, bahwa dalam menyinggung dasar pemikiran saya itu, saya tidak boleh menyinggung, menyalahkan, pihak lain, ras lain, agama lain, suku lain, partai politik lain, dengan alasan rasionalisasi apapun.
- Bahwa hukuman yang dijatuhkan berupa dua kali penyaliban buat Ahok ialah sesuatu yang tidak adil. Di satu sisi saya mau dia harus dihukum, tetapi di sisi lain, saya tidak terima hukuman yang diterima-nya berupa dua kali penyaliban. Saya percaya, dampak dari penyaliban dua kali ini telah menjadi bibit persoalan kerukunan dan kebersamaan baru di dalam konteks NKRI.
Saya sebagai orang Papua, saya mengajak semua orang Papua, semua orang Kristen, semua bangsa Papua,r as Melanesia, supaya bertutur-katalah secara sopan-santu, secara bermartabat, dan secara bermoral. Fokus kepada masalah, arahkan perhatian kepada masalah, tidak menyebar ke ras, suku, agama, partai politik, ini semua hiasan buatan manusia. Yanfg diciptakan Tuhan dari awal ialah manusia sebagai makhluk hidup dan makhluk lain, dengan berbagai ras yang mendiami berbagai pulau. Agama, Negara dan Partai Politik ialah buatan kita manusia, karena itu, mari kita dewasa dalam bersikap, dan berkomunikasi.
Saya tidak bisa menyangkal penghakiman umum, penghakiman press dan penghakiman resmi lewat pengadilan ini menunjukkan pelajaran penting buat saya, berkata-katalah seperlunya saja, ingatlah jangan menyinggung orang lain: entah ras, agama, partai politik, pulau lain. Fokus pada diri sendiri, berbuat baik sebaik-baiknya, tidak menyoroti dan menganggap remeh orang lain. Toh kita ini sama-sama manusia, sama dilahirkan, sama hidup, sama juga akhirnya mati.